SHIN MIMIBUKURO DAI JUUYA - KISAH #10 : ALASAN IA DITITIPKAN DI KUIL
S-san pernah dititipkan di sebuah kuil Buddha sepanjang masa kecil.
Ia juga menuturkan alasannya.
Sebelum masuk SD, S-san tinggal di apartemen yang hanya memiliki dapur dan kamar berukuran enam tikar tatami.
Di waktu senja, ibunya sedang menyiapkan makan malam di dapur. S-san menyaksikan figur punggungnya dari kamar enam tatami. Uap mengepul dari panci, hanya pemandangan biasa.
Kemudian pintu di samping ruang dapur tiba-tiba terbuka, dua orang pria tua tidak dikenal melesap dari pintu masuk rumah sambil saling baku hantam satu sama lain.
Siapa paman-paman ini?
Kendati keduanya sedemikian rusuh, ibu yang tengah mempersiapkan makan malam seakan tidak menyadari sama sekali.
(Versi adaptasi serial TV Kaidan : Shin Mimibukuro. Sosok pria tua yang berkelahi diganti menjadi wanita)
Kedua pria ini menyerempak masuk ke dalam kamar enam tatami, dan terus bertukar pukulan.
Mereka meninju dan menendang tepat di depan matanya, sampai akhirnya bagian belakang kepala salah satu pria menghantam dinding.
Benturannya mengakibatkan kotak serta vas bunga di atas rak terhempas dengan suara keras.
Bagian dalam kamar berubah porak-poranda.
Meski demikian, ibunya masih di dapur sembari asyik bersenandung sendiri.
S-san pun—ngaaah—menangis lantang-lantang.
Mungkin karena suara tangisnya itu terdengarlah akhirnya ibunya menoleh.
Bu, berantem, berantem, katanya sambil menunjuk-nujuk, namun tidak ada seorang pun di kamar itu.
Kamar yang semula porak-poranda pun nyatanya apik-apik saja.
Pintu depan yang sebelumnya terbuka juga rapat.
Ibunya hanya bilang ia anak yang suka bicara aneh-aneh, lalu tertawa.
Pada tahun ketiga sekolah dasar, saat sedang mengerjakan PR di kamar berukuran enam tatami itu juga ia pernah dibuat bergidik oleh suara-suara yang datang dari koridor depan.
Kejadiannya sama seperti dulu.
Duag, pintu dibanting keras-keras, kali ini tiga orang pria menyerbu masuk dan menggelar perkelahian bengis.
Ibunya sedang keluar berbelanja kala itu dan S-san seorang diri di dalam kamar.
Benda apa pun di dapur dibuat hancur, ketiganya lantas menyerobot ke kamar berukuran enam tatami.
Isi kamar itu pun langsung luluh-lantak.
Akan tetapi, mengingat apa yang pernah terjadi dahulu, S-san memejamkan mata, mengertakkan giginya, serta meringkuk di sudut ruangan, sambil berupaya sekuatnya menahan rasa takut.
Saat mendengar seruan aku pulang dari ibu, barulah ia membuka mata, dan orang-orang itu sudah tidak ada.
Kondisi kamar juga tidak semrawut.
Ibunya bertanya ada apa dan kenapa ia berwajah pucat, dengan nada khawatir.
S-san menceritakan apa yang baru saja ia saksikan.
Seakan ada hal yang terlintas di benaknya, ibu menjawab, "Kita ke kuil sekarang," kemudian membawa S-san ke kuil keluarga.
Kepala Biara menanggapi penuturannya, lalu mengatakan—baik, dirinya mengerti, setelah mendengar ini, sang ibu pulang seorang diri.
Dan semenjak itulah ia dititipkan untuk tinggal di kuil sampai usia siwa SMA.
Ketika ditanyai kegiatan istimewa apa saja yang ia jalankan di kuil Buddha tersebut, ekspresi S-san berubah dengan memberi jawaban tolong jangan menanyakan hal itu, kemudian terdiam.
Penerjemah : Sultan Palsu
*Cerpen berikut telah diadaptasi menjadi serial TV Kaidan : Shin Mimibukuro episode ke-102.
Komentar
Posting Komentar