SHIN MIMIBUKURO DAI ICHIYA - KISAH #38 : BOCAH PELINDUNG RUMAH

  M-san yang berusia sekitar enam puluh tahunan, pernah mengunjungi sebuah rumah tua yang terletak di suatu desa di Gunung Kisokoma, lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Rumah tersebut berukuran cukup besar.

  Keluarga yang menepatinya memiliki seorang putri berusia cukup matang untuk menikah. Karena merupakan keluarga kaya, banyak yang datang untuk melamarnya. Sayangnya, hatinya sepertinya sudah dimiliki orang lain, sehingga putri sulung ini pun tidak pernah menerima lamaran-lamaran tersebut. Namun pelamar yang datang kali ini tidak hanya melibatkan anggota keluarganya saja, tetapi juga para kerabatnya turut serta, berupaya mendesak agar pernikahan mereka terwujudkan. Si putri sulung yang sudah terpojok tanpa tahu harus bagaimana lagi ini pun hanya bisa mengandalkan bantuan M-san, berharap dapat menyampaikan penolakannya kepada orang tua si putri sulung. M-san melakukan perjalanan khusus ke Kisokoma untuk tujuan ini.

  Karena M-san dan orang tua si putri sulung adalah rekan lama, mereka disambut dengan hangat pada hari kedatangan, sehingga urusan penting pun harus ditunda sampai esok hari. M-san yang kelelahan setelah perjalanan bermaksud istirahat lebih awal, keluarga pemilik rumah lalu mempersilakannya untuk istirahat di kamar paling dalam.

  Saat itu belum jam sembilan malam.

  Di kamar seluas dua belas tikar tatami, futon telah dibentangkan dan M-san tengah terlelap dalam gelap. Seketika terdengar suara bocah yang berlarian di koridor, buk, buk, buk, buk .... M-san masih membungkus dirinya dengan futon dari ujung kepala sampai ujung kaki, serta mata terpejam. Langkah kaki bocah itu perlahan-lahan berpindah ke luar pintu geser ..., menuju kamar sebelah.

  Buk, buk, buk, buk .... Dug, dug, dug ....

  Setelah hening beberapa saat, terdengar pula bunyi sret, sret, sret, sret, seperti suara kaki yang meluncur di atas tatami. Tanpa sadar, bunyi-bunyian ini masuk ke dalam kamar.

  Sret, sret, sret, sret, suaranya berkeliling di sekitaran futon-nya.

  "Haha, sepertinya bocah ini ingin diajak main ...."

  Namun M-san terlalu lelah untuk mengindahkan, ia terus menutupi kepalanya dengan futon, berpura-pura tidak mendengar.

  Ia rasa sepertinya si bocah berjongkok dan mengintipnya melalui celah futon. M-san sengaja membalikkan tubuhnya dan memunggungi anak itu. Hanya hening beberapa saat, tak disangka si bocah mulai melompat-lompat di atas kepalanya. Kemudian bahu M-san juga diguncang-guncangkan dengan keras. Secara mendadak, terasa bobot seluruh tubuh bocah itu menimpa futon-nya.

  Beberapa saat berlalu, bocah itu menghilang.

  Akhirnya M-san menghela nafas lega dan kembali terlelap dalam mimpi yang samar. Namun tak berselang lama, terasa futon-nya ditarik dengan kuat, tubuhnya bergoyang ke kiri dan ke kanan.

  Setelah kejadian itu berlalu pun, ia masih bingung memikirkannya. Bocah itu paling-paling berusia taman kanak-kanak atau kelas awal sekolah dasar,  bagaimana ceritanya bisa kuat untuk menarik futon dengan orang dewasa berbaring di atasnya. Lagi pula, tidak ada anak kecil di antara anggota keluarga ini ....

  Ia diseret di waktu yang sama selama beberapa saat, dan tiba-tiba, jedag! seolah menabrak sesuatu.

  "Eh, aku diseret ke pintu geser."

  M-san pun tidak tahan lagi, akhirnya ia menyibakkan futon, terlihat dua pintu geser terbuka dengan keras, duag, memampangkan kamar sebelah di hadapannya. Seketika itu pula ia didorong secara paksa dan tidak wajar, membuat seluruh tubuhnya tergulung bersama futon. Tengah bergulingan menuju pintu geser yang menghubungkan kamar lainnya, pintu geser itu terbuka dengan keras, duag, ia pun terguling masuk ke dalamnya. Bukan, menurut M-san, ini lebih seperti melompat di udara ketimbang bergulingan.

  Duag! duag! Pintu-pintu kamar di depannya terbuka dengan suara keras, sekejap kemudian, ia terguling ke lantai di depan pintu masuk. Lalu, duag! ia terlempar keluar bersama dengan futon-nya.

  "Uwah!" ia melompat ketakutan, tak tahunya hari sudah terang.

  Kalau diperhatikan baik-baik, lokasinya berada saat ini bukanlah di depan pintu masuk, melainkan tengah berbaring tenang di kamar seukuran dua belas tikar tatami sebelumnya. Hanya saja, seluruh orang di dalamnya—beserta futon-nya telah dipindahkan ke pintu geser kamar ....

  Ngomong-ngomong, mengenai pernikahan tersebut ditangguhkan dulu untuk sementara waktu. Mungkin ini hanya sekadar perasaannya saja, sejak M-san menceritakan pengalaman malam itu kepada keluarga rekan ini, sikap mereka terhadap pernikahan yang dimaksud jadi berubah total.

  Setelah itu, si putri sulung dari keluarga tersebut juga mengatakan yang sebenarnya kepada M-san.

  Ia menjabarkan bahwa orang tua kedua belah pihaklah yang mengambil keputusan akhir mengenai pernikahan tersebut, alasannya karena keduanya dianggap serasi berdasarkan kesetaraan status sosial. Namun setelah melakukan penyelidikan cermat serta menyeluruh terhadap latar belakang keluarga si pelamar, ternyata keluarga tersebut bukan hanya tidak memiliki kekayaan yang bisa dikatakan setara, tetapi juga terlilit utang yang melimpah. Rupanya maksud pihak pelamar hanya mengincar harta benda semata.

  Usai pihak keluarga mendengar tentang kemunculan bocah malam itu, mereka merasa perlu menyelidiki pihak pelamar tersebut dengan lebih teliti sebelum mempertimbangkan pernikahan.

  "Lantas, apa masalah ini ada hubungannya denganku?" tanya M-san.

  "Sebenarnya, Anda awalnya juga ingin supaya pernikahan itu terjadi, kan?" putri sulung bertanya balik.

  Sebetulnya, sewaktu M-san dimintai tolong oleh si putri sulung untuk menyampaikan penolakan kepada orang tuanya, secara diam-diam, ia juga dimintai tolong oleh orang tua si putri sulung untuk meyakinkan putri mereka agar menerima lamaran tersebut. M-san sendiri merasa bahwa pernikahan dengan si pelamar bukanlah hal buruk, jadi ia berencana untuk mengabaikan permintaan si putri sulung dan menyatukan mereka secara diam-diam.

  M-san mengakui hal ini kepada si putri sulung.

  "Makanya bocah itu menampakkan dirinya untuk menakut-nakuti Anda. Karena kalau pernikahan saya kesampaian, keluarga saya bakal ikut terbebani utang mereka yang besar. Bocah itu diam-diam melindungi keluarga saya. Dia sudah lama tidak muncul!”

  Putri sulung kemudian memberi tahu M-san bahwa anak luar biasa itu telah ada di antara keluarganya sejak lama.

  M-san baru mengetahui kemudian bahwa bocah itu adalah sosok zashiki-warashi¹ dalam cerita rakyat.

(Gambar dari Yokai.com)

Penerjemah : Sultan Palsu

¹Roh penjaga rumah yang dipercaya dapat membawa kekayaan. Ada yang mendeskripsikannya sebagai yokai maupun Kami.

Komentar