SHIN MIMIBUKURO DAI ICHIYA - KISAH #74 : JALAN BERCABANG
Di belakang kampung halaman pacarku terdapat sebuah gunung yang ditumbuhi hutan bambu lebat. Terdapat pula sisa-sisa bunker perlindungan serangan udara pada bagian lereng gunungnya.
"Kamu jangan sekali-sekali main ke sana!"
Saat pacarku masih seorang gadis kecil, orangtuanya selalu melarangnya menginjakkan kaki di gunung itu.
Suatu sore, saat sedang bermain di halaman rumahnya, ia tiba-tiba mendengar : "Kemari ... kemari ...."
Suara panggilan seorang wanita yang datang entah dari mana.
"Ada yang memanggil! Aku yang dipanggil, ya?"
Ia berjalan ke arah suara itu, melewati ladang sayur, hingga sampai pada jalan setapak di tengah sawah. Namun, tak sesosok pun yang terlihat.
"Mungkin asal suaranya dari gunung, ya?"
Ia pun melenggang ke hutan bambu dengan santai.
Sebuah gua tampak di depan matanya.
Inilah kali pertama ia menerobos tempat terlarang ini.
"Enggak boleh! Kalau masuk, pasti dimarahi orang dewasa."
Ia lekas berbalik untuk bersiap pulang, namun kembali mendengar suara si wanita datang dari arah gua di belakangnya.
"Kemari ... kemari ...."
"Betulan ada yang memanggilku ...."
Dijulurkanlah kepalanya untuk mengintip ke dalam gua. Tak kuasa menahan godaan suara itu, ia pun melangkah masuk. Di gua yang gelap gulita, ia dapati jalan bercabang dua. Angin dingin datang dari salah satu jalan bercabang itu.
Tanpa disadari, ia berlari ke jalan dimana angin dingin bertiup.
Kendati berlari cukup lama, tidak terasa lelah sama sekali.
Mengikuti suara dan angin dingin tadi, ia terus berlarian maju di dalam gua nan gelap, hingga akhirnya, melihat cahaya di kejauhan.
Ada sebuah sungai besar di sana.
Di seberang sungai terdapat ladang bunga yang indah, di mana seorang wanita tua berdiri di sana. Si wanita tua melambaikan tangan padanya, seolah mengundang untuk datang.
"Aih! Ladang bunganya indah. Kepengin menyeberang sungai buat melihatnya!"
Didekatinya tepian sungai, dan secara mendadak nampak ramai orang menyeberangi sungai. Wajah semuanya sama sekali tanpa ekspresi. Bahkan di usia yang masih gadis cilik, ia bisa merasakan keganjilan suasana tersebut.
Orang-orang itu dengan nyenyatnya merandai sungai.
Di tengah kegelisahannya sambil bercelingak-celinguk ke sekeliling, wanita tua di seberang tadi justru berbalik dan pergi.
"Duh! Sudah sore, aku mesti pulang!"
Ia tersentak hingga tersadar, lantas berlarian kembali menyusuri jalan-jalan yang sempat dilalui. Dan tanpa sengaja, tersandung sesuatu sampai terjengkang.
Ia dibangunkan oleh sang ayah yang datang mencari. Dirinya jatuh pingsan di jalan setapak di ladang sayur ....
"Kamu kenapa tidur di sini?"
Sang ayah lantas menanyainya, dituturkanlah pertemuannya dengan wanita tua itu. Lantaran sangat ayah tak tahu wanita tua yang dimaksud, ayahnya dituntun ke gua tadi.
"Bukannya sudah aku bilang, jangan pernah ke sini?"
Usai dimarahi oleh sang ayah, dirinya melongok lagi ke dalam gua. Gua itu tidak segelap sebelumnya, ujungnya pun sudah kelihatan beberapa meter dari depan. Di sana tak jalan bercabang yang menuju ke kedalaman gua.
(Penerjemah : Owi-chan)
Komentar
Posting Komentar